Halmahera Selatan, SorotNews24.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Halmahera Selatan dituding lemah dalam menangani kasus dugaan money politics yang melibatkan salah satu oknum kepala desa.
Kepala Desa Piga Raja, Arsino Dewa Putu, diduga terlibat langsung dalam praktik politik uang untuk mendukung pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Halmahera Selatan, Hasan Ali Bassam Kasuba dan Helmi Umar Muchsin, dalam Pilkada 2024.
Ketua Bawaslu Halmahera Selatan, Rais Kahar, sebelumnya menegaskan pentingnya netralitas aparatur negara, termasuk kepala desa, dalam pesta demokrasi. Dalam Deklarasi Netralitas Kepala Desa yang digelar di Aula Kantor Bupati Halmahera Selatan pada Jumat, 27 September 2024, Rais menekankan komitmen untuk mencegah dan menindak tegas pelanggaran.
“Kami menghimbau seluruh kepala desa, perangkat desa, dan BPD agar tetap menjaga netralitas dari masa kampanye hingga minggu tenang,” ujar Rais.
Namun, insiden di Desa Piga Raja, Kecamatan Bacan Timur Selatan, pada 27 November 2024 justru menunjukkan pelanggaran nyata. Arsino Dewa Putu diduga membagi-bagikan uang kepada warga pada hari pencoblosan pukul 07.00 WIT. Dugaan ini diperkuat oleh dua saksi, Harun Kader dan Sidik Hi Jafar, yang menyaksikan langsung kejadian tersebut.
Tindakan kepala desa ini dianggap melanggar Pasal 73 dan Pasal 187A UU Nomor 10 Tahun 2016, yang melarang dan memberikan sanksi tegas terhadap praktik politik uang. Menurut UU tersebut, pelaku dapat dikenai pidana penjara antara 36 hingga 72 bulan dan denda mulai dari Rp200 juta hingga Rp1 miliar.
Barang bukti berupa uang yang digunakan dalam praktik ini berhasil diamankan oleh Eni Sidik, salah seorang warga yang juga melaporkan kejadian tersebut ke Panwas Desa. Namun, saat laporan dibuat, anggota Panwas Desa, Masdar S. Imam, tidak berada di tempat.
“Kami sudah melaporkan kejadian ini, tetapi Panwas Desa tidak responsif. Hal ini membuat dugaan money politics yang dilakukan oleh kepala desa semakin nyata dan mencederai demokrasi,” ujar Eni Sidik kepada media.
Praktik money politics yang dilakukan oleh oknum aparatur desa dinilai sebagai kejahatan luar biasa dalam demokrasi. Hal ini mencederai asas pemilu yang jujur, adil, dan bebas dari intervensi pihak tertentu.
Kasus ini diharapkan segera ditindaklanjuti oleh pihak terkait, termasuk Bawaslu dan aparat penegak hukum, untuk menjaga integritas Pilkada Halmahera Selatan 2024. “Kami menuntut keadilan agar pelaku diberikan sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku,” tegas para saksi.
Apabila kasus ini terbukti, maka pasangan calon yang didukung oleh pelaku juga berpotensi terkena sanksi administratif berupa pembatalan pencalonan sesuai aturan yang berlaku.
Bawaslu diharapkan dapat lebih responsif dan tegas dalam menindak pelanggaran semacam ini agar tidak terjadi kembali di masa depan. Penegakan hukum yang konsisten diperlukan untuk memastikan demokrasi tetap berjalan dengan baik di Halmahera Selatan.