Bitung – SorotNews24.com – Kepala Bidang Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Kota Bitung Pro Jurnalismedia Siber (PJS), Sufaldi Tampilang, menyoroti maraknya ujaran kebencian di media sosial selama masa kampanye Pilkada 2024. Ia menilai fenomena ini dapat merusak moral bangsa dan mengancam keharmonisan sosial.
Dalam wawancara dengan media pada Senin (25/11/2024), Tampilang mengungkapkan bahwa media sosial kerap menjadi sarana penyebaran ujaran kebencian melalui komentar kasar dan konten provokatif. Berdasarkan pemantauan tim PJS, ujaran kebencian yang mengarah pada penghinaan kelompok tertentu semakin meningkat.
Salah satu kasus yang disorot adalah penghinaan terhadap suku Sangihe oleh akun Facebook bernama “Jeklin”. Akun tersebut menuliskan komentar bernada provokatif: “Weeyy, masih lebeh bagus orang Cina pimpin kota Bitung daripada orang Sanger, ujung-ujungnya korupsi.”
Tampilang mengutuk keras tindakan tersebut dan menyebutnya sebagai pelanggaran norma sosial dan moral. “Ujaran kebencian bertujuan merendahkan atau merusak nilai individu maupun kelompok. Dampak negatifnya terhadap keharmonisan sosial sangat besar,” tegasnya.
Tampilang mendesak aparat penegak hukum untuk bertindak tegas terhadap pelaku ujaran kebencian, khususnya kasus penghinaan terhadap suku Sangihe. “Polisi harus menangkap pelaku dan memprosesnya sesuai hukum yang berlaku. Berpolitiklah dengan akal sehat tanpa menghina suku atau kelompok tertentu. Jika hal seperti ini dibiarkan, dampaknya akan merusak keharmonisan sosial,” ujar Tampilang.
Ia juga menambahkan bahwa media sosial kini menjadi akselerator penyebaran ujaran kebencian, baik secara lisan maupun tulisan. “Jika terus dibiarkan, hal ini dapat merusak karakter anak bangsa,” ujarnya.
Sebagai penutup, ia mengimbau aparat penegak hukum (APH) untuk lebih aktif memantau aktivitas di media sosial guna mencegah konflik yang tidak diinginkan. “Ini pekerjaan rumah kita bersama, terutama bagi APH, agar setiap aktivitas di media sosial dapat terpantau dengan baik,” tambahnya.
Tindakan penyebaran kebencian dapat dijerat dengan:
1. Pasal 28 ayat (2) UU 1/2024
Melarang penyebaran kebencian terhadap suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) melalui media elektronik. Pelanggar diancam pidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar.
2. Pasal 4 huruf b UU 40/2008
Melarang tindakan diskriminatif berbasis ras dan etnis, seperti menunjukkan kebencian terhadap individu atau kelompok. Pelanggar diancam pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp500 juta.