PROBOLINGGO || SOROTNEWS24.COM – Maulana Solehodin, sang inisiator Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di Universitas Islam Zainul Hasan Genggong (UNZAH), membuka kisah panjang perjalanan organisasi tersebut. Ia menjelaskan motivasi serta latar belakang yang melandasi terbentuknya, mulai dari masa-masa awal hingga sekarang tetap eksis dalam memperjuangkan nilai-nilai keislaman dan kebangsaan.
Awal Mula Berdirinya PMII di UNZAH
Maulana Solehodin, atau lebih akrab disapa Maul, menceritakan bagaimana PMII pertama kali terbentuk di UNZAH. Berawal dari pengalamannya saat masih menjadi santri di Pondok Gading, Malang, di pondok itulah ia banyak berdiskusi dengan teman-temannya tentang pergerakan mahasiswa, termasuk dengan almarhum Andre Dewanto yang kemudian menjadi Ketua KPU Jawa Timur, serta Abdul Malik Haramain. “Diskusi di kamar pondok menjadi ruang bagi kami untuk mematangkan nilai-nilai gerakan sejak saya masih di Madrasah Aliyah kelas dua,” ungkap Maul pada Sabtu (05/10/2024).
Namun, ketika ia menjadi mahasiswa di kampus UNZAH, ia merasa ada kekosongan dalam aktivitas kemahasiswaan. Kegiatan organisasi hanya sebatas orientasi tahunan tanpa ada diskusi mendalam atau gerakan nyata. “Sejak itu, saya sering berdiskusi ke Malang, ke kantor PMII di Jalan MT Haryono, cabang Malang yang sudah mapan, punya kantor dan tanah sendiri,” kenangnya.
Pada semester pertama di UNZAH, Maul menginisiasi pelaksanaan Masa Penerimaan Anggota Baru (MAPABA) sebagai langkah awal pembentukan PMII. Meskipun belum memahami sepenuhnya struktur PMII, ia tetap bergerak dengan semangat tinggi hingga akhirnya, pada awal 1997, PMII UNZAH resmi berdiri. “Saya memimpin kegiatan Pelatihan Kader Dasar (PKD) di UNZAH, diikuti oleh kader-kader dari berbagai perguruan tinggi, termasuk dari IAIN Malang,” ujar Maul.
Tantangan Awal dan Perjuangan Organisasi
Pembentukan PMII di UNZAH tidak berjalan mulus tanpa hambatan. Maul menghadapi tantangan besar dari lingkungan sekitar, termasuk penolakan dari beberapa kalangan yang merasa bahwa PMII tidak sesuai dengan nilai-nilai yang mereka anut. “Saya sempat ditolak di Nurul Jadid karena mereka memiliki kelompok kajian sendiri yang sangat dinamis. Namun, saya tetap menghormati pendapat mereka,” jelas Maul.
Perjuangan Maul untuk mendapatkan Surat Keputusan (SK) PMII juga bukan perkara mudah. Ia harus melakukan berbagai negosiasi dan membangun aliansi dengan teman-temannya di Malang. Maul menyebutkan bahwa pada awalnya, konflik internal PMII terjadi antara cabang Malang dan Surabaya, namun karena Malang adalah kota yang mendukungnya sejak awal, ia lebih memilih berafiliasi dengan cabang Malang.
Gerakan Sosial dan Keterlibatan PMII dalam Isu Nasional
Selain mendirikan PMII di UNZAH, Maul juga aktif dalam berbagai aksi sosial dan politik. Salah satu yang paling dikenang adalah ketika ia menerbitkan majalah kampus yang bernama RIZHA (Risalah Zainul Hasan), yang juga menjadi nama anaknya. Majalah tersebut berisi kritik terhadap pemerintahan Orde Baru, terutama penolakan terhadap pencalonan kembali Soeharto sebagai presiden pada masa itu. “Saya menerbitkan majalah yang isinya menolak pencalonan Soeharto, padahal pada saat itu, menolak Soeharto adalah hal yang berbahaya. Akibatnya, majalah kami dibredel, dan saya sempat dicari oleh intel,” kenangnya.
Keterlibatan Maul dalam beberapa aksi protes, termasuk aksi menentang tentara yang masuk pondok pesantren dengan sepatu, yang kami laporkan ke Polres,” paparnya.
Maul juga terlibat dalam gerakan golput pada pemilu tahun 1997. Ia dan beberapa teman-temannya mengadakan aksi protes yang menyerukan untuk tidak memilih dalam pemilu yang dianggap tidak demokratis. “Kami menolak pemilu saat itu karena tidak mencerminkan aspirasi rakyat. Akhirnya, saya dipanggil oleh pihak keamanan dan harus berhadapan dengan berbagai ancaman,” tambahnya.
Pesan untuk Generasi Muda PMII
Maul memberikan pesan khusus kepada kader-kader PMII dan generasi muda saat ini. Ia menekankan pentingnya membaca dan berpikir kritis. “Tantangan terbesar generasi saat ini adalah diri mereka sendiri. Jangan malas membaca dan berpikir. Membangun diri sendiri lebih penting sebelum berpikir untuk membangun orang lain,” tegasnya.
Ia juga menyoroti bagaimana media sosial telah mempengaruhi cara berpikir generasi muda. “Hari ini, banyak orang yang tersihir oleh media sosial. Media itu berasal dari kata Medea, seorang penyihir dalam mitologi Yunani. Jangan sampai kita menjadi penyembah berhala media, lupa akan tugas utama sebagai pelajar yang kritis,” ungkap Maul dengan tegas.
PMII UNZAH kini menjadi salah satu organisasi mahasiswa yang tetap eksis, berkat semangat Maul dan teman-temannya dalam memperjuangkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan. “Pergerakan mahasiswa adalah agen perubahan. Mereka harus aktif dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat dan melawan ketidakadilan,” pungkas Maul.