Nun Chasbullah Kafabie: Dari Pesantren ke Kursi Parlemen

Foto: Nun Chasbullah Kafabie bersama Gus Haris

PROBOLINGGO || SOROTNEWS24.COM – Chasbullah Kafabie, Lc., atau lebih akrab disapa Nun Has, merupakan anggota DPRD Kabupaten Probolinggo dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) daerah pemilihan (dapil) Paiton, Kotaanyar, dan Pakuniran. Ia bukan hanya sekadar seorang politisi, melainkan juga seorang santri dari keluarga besar Pondok Pesantren Nurul Qodim Kalikajar, anak kedua dari empat bersaudara. “Keluarga kami murni keluarga pesantren, sejak kecil kami sudah akrab dengan kitab kuning,” ujar Nun Has pada Sabtu (21/09/2024).

Pendidikan Pesantren dan Perjalanan ke Mesir

Nun Has menempuh pendidikan di bawah naungan Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, mulai tingkat dasar hingga menyelesaikan S1 di Universitas Tribakti. Ia mendalami ilmu agama dan berbagai cabang ilmu lainnya selama bertahun-tahun di sana. Tidak berhenti di situ, setelah menyelesaikan pendidikannya di Lirboyo, ia melanjutkan studi ke Kairo, Mesir, dan menempuh pendidikan S2 di sana.

Pengalaman panjangnya di Mesir selama 8 tahun menjadi bekal penting dalam kehidupan akademiknya. Selain mendalami ilmu agama, Nun Has juga aktif di organisasi. Sejak di Tribakti Lirboyo Kediri, ia bergabung di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang memberikan pondasi kuat dalam memahami birokrasi dan politik. “Dari HMI, saya banyak belajar tentang pentingnya kontribusi bagi bangsa dan negara, termasuk pemahaman tentang filsafat negara dan politik,” kata Nun Has.

Baca Juga:  DPC LSM PMPRI Asahan Geruduk Kantor Direksi PTPN IV

Selain itu, Nun Has juga aktif di Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) selama di Mesir. “Fokus saya memang belajar, tapi saya juga ikut organisasi untuk mengembangkan diri,” tambahnya.

Awal Perjalanan di Dunia Politik

Meski latar belakangnya sangat kuat di pesantren dan pendidikan, dunia politik sebenarnya bukanlah tujuan awal Nun Has. Sebelum berangkat ke Mesir, almarhum Kyai Haji Nuruddin Musyiri, sang kakek, pernah berpesan, “Kamu harus maju di DPR.” Awalnya, ia menganggap itu hanya obrolan sederhana. Namun, sekembalinya dari Mesir, pesan tersebut ternyata mulai mengakar.

Dorongan keluarga semakin kuat agar ia mencalonkan diri sebagai anggota DPRD. Sebagai santri yang duduk di kursi parlemen, ia merasa memiliki tanggung jawab besar untuk membawa aspirasi rakyat dan umat, khususnya kalangan pesantren. Ia ingin berkontribusi dalam membentuk undang-undang yang berkaitan dengan pesantren dan moralitas bangsa.

Baca Juga:  Ribuan Warga Hadiri Tasyakuran dan Peringatan Maulid Nabi di Kediaman Hajah Dini Rahmania
Nun Chasbullah Kafabie bersama Lora Fahmi

Visi untuk Pendidikan Moral dan Akhlak

Salah satu gagasan utama yang ingin Nun Has perjuangkan di parlemen adalah peningkatan pendidikan moral dan akhlak bagi generasi muda. Ia berharap ada perhatian lebih dari pemerintah terhadap pendidikan di pesantren, yang ia yakini sebagai tempat membangun moralitas dan akhlak bangsa. “Kalau bisa, misalnya seperti di beberapa kabupaten yang lain, masuk SMP harus menyertakan ijazah pendidikan Madrasah Diniyah pesantren sebagai syarat,” ujarnya. Menurutnya, langkah semacam ini penting untuk mengembangkan sumber daya manusia (SDM) dari sisi moralitas, mengingat tantangan besar yang dihadapi remaja saat ini dalam menjaga nilai-nilai akhlak.

Keluarga dan Kehidupan Pesantren

Meski sibuk dengan tugas politiknya, Nun Has tak melupakan latar belakang pesantrennya. “Pengajian harus tetap jalan,” tegasnya, mengingat pesan dari ayahandanya. Ia juga menyampaikan pesan istrinya, “Jangan sampai poligami,” candanya. Nun Has masih mengajar tafsir Jalalain di pesantrennya kepada para santri.

Integrasi Politik dan Moralitas

Baca Juga:  Terciduk Media Mobil Sampah Muat Pasir, Kadis DLHK Sebut Lagi DL, Solusinya Apa Pak PJ Walikota Pekanbaru ?

Nun Has juga menyoroti pentingnya integrasi antara masyarakat, pemerintah, dan lembaga-lembaga lainnya dalam membangun moralitas bangsa. Menurutnya, kaum santri tidak bisa hanya menjadi penonton, melainkan juga harus berperan aktif sebagai pelaku dalam menentukan kebijakan-kebijakan pemerintah. “Santri tidak bisa hanya dipandang sebelah mata. Santri juga intelektual,” ujarnya dengan tegas.

Harapan untuk Masa Depan

Sebagai anggota dewan, harapan terbesar Nun Has adalah membuktikan bahwa santri mampu berkontribusi besar dalam membangun bangsa, tidak hanya melalui bidang keagamaan, tetapi juga politik, ekonomi, dan sosial. “Kitab kuning yang saya pelajari sejak kecil menjadi dasar filsafat saya dalam menyerap ilmu pengetahuan,” katanya. Nun Has meyakini bahwa santri dengan pondasi keilmuan yang kuat dari pesantren dapat memecahkan berbagai permasalahan bangsa.

Di akhir wawancara, Nun Has menyampaikan, “Harapan saya, semoga dengan keterlibatan santri di parlemen, kita bisa membangun bangsa ini dengan moralitas yang lebih baik. Santri bukan hanya kaum sarungan, tapi juga mampu menjadi intelektual dan pemimpin yang membawa perubahan nyata,” tutupnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *