KRAKSAAN // SOROTNEWS24.COM – Pojok Kopi Logika berkolaborasi dengan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Universitas Islam Zainul Hasan Genggong mengadakan Kajian Lorong Teoritis Dialektika dengan tema “RUU Penyiaran” pada malam Rabu (29/05/2024). Acara tersebut berlangsung di Starling (Starbucks Keliling) yang berlokasi di timur Masjid UNZAH.
Kajian terbuka untuk umum ini berlangsung mulai pukul 20.00 WIB hingga selesai, membahas mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang sedang menjadi topik hangat dan kontroversial di masyarakat. Hadir dalam kajian tersebut sahabat-sahabati PMII Komisariat UNZAH.
Berikut hasil Kajian Lorong Teoritis Dialektika tema “RUU Penyiaran”
1. Tidak Mendukung Pemberantasan Korupsi: RUU Penyiaran menambah daftar peraturan yang tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi. Aturan yang membatasi konten investigatif dalam RUU ini berpotensi menghambat peran masyarakat sipil dalam mengawasi dan mengungkap praktik korupsi.
2. Bertentangan dengan Prinsip Good Governance: Larangan terhadap konten investigasi jurnalistik bertentangan dengan nilai-nilai transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas yang merupakan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Investigasi jurnalistik merupakan bentuk partisipasi publik dalam menyampaikan informasi tentang dugaan pelanggaran dan kebijakan publik.
3. Tumpang Tindih dengan Regulasi Lain: Ketentuan dalam RUU Penyiaran bertabrakan dengan UU Pers dan kewenangan Dewan Pers. UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers telah mengatur kode etik jurnalistik dan melarang penyensoran atau pemberedelan terhadap pers nasional.
4. Kemunduran bagi Demokrasi: Ketentuan dalam RUU Penyiaran mengancam demokrasi di Indonesia. Investigasi jurnalistik merupakan alat bagi media independen untuk mengawasi tiga pilar demokrasi lainnya (eksekutif, legislatif, dan yudikatif). Melarang investigasi jurnalistik berarti mengurangi kebebasan pers dan membuat Indonesia menjadi negara yang kurang demokratis.
Menanggapi RUU Penyiaran, M. Andi Fauzan, mahasiswa Hukum Keluarga Islam Universitas Islam Zainul Hasan Genggong semester 6, Ketua Dewan Mahasiswa Fakultas Syari’ah, dan pengurus PMII Rayon Al-Irsyad (UNZAH), memberikan keterangan kepada awak media setelah selesai diskusi.
Fauzan menyampaikan kekhawatiran utamanya terhadap RUU Penyiaran yang sedang dibahas oleh DPR. “Satu, yaitu membatasi kita untuk berekspresi dalam artian menyampaikan pendapat dan ingin menyampaikan suara rakyat, dan lain sebagainya,” ujar Fauzan. “Yang kedua, juga menghalangi konten kreator ketika ingin memiliki inisiatif baru untuk melakukan inovasi-inovasi baru, dalam artian ingin menaikkan grade atau mendapatkan penghasilan. Contohnya, para YouTuber yang sudah mendapatkan penghasilan dari media itu. Namun, ketika RUU Penyiaran ini disahkan, maka secara langsung itu juga menghalangi rezeki mereka,” lanjutnya.
RUU Penyiaran yang mengandung pasal-pasal multitafsir berpotensi digunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk membatasi kebebasan pers dan kebebasan sipil. Khususnya, Pasal 50 B ayat (2) huruf c yang melarang liputan investigasi jurnalistik dinilai sangat merugikan masyarakat dan upaya pemberantasan korupsi. Menanggapi hal ini, ia menyatakan, “Sebenarnya pasal-pasal yang diatur pada ayat 50 B tahun 1999 juga memberikan dampak positif apabila dilakukan secara menyeluruh atau bijaksana. Namun, yang saya takutkan adalah adanya penyelewengan oleh pihak DPR itu sendiri yang bisa digunakan sebagai alat untuk mendapatkan kekuasaan.”
Menurutnya, investigasi jurnalistik penting untuk memungut suara dari media atau sumber primer dan sekunder guna mengakses perkembangan zaman. “Makanya perlu adanya investigasi itu,” tegasnya.
Ia juga menguraikan dampak negatif dari pembatasan liputan investigasi jurnalistik terhadap demokrasi dan pemberantasan korupsi. “Yang pertama, ada kekhawatiran bahwa jurnalisme bisa terlalu bebas sehingga lepas dari moralitas dan mengancam kestabilan negara. Yang kedua, menjaga agar isu-isu hoaks tidak merajalela. Kalau menurut Jean Baudrillard, kita bisa terjebak di simulakra dan tidak bisa membangun asas gotong royong lagi. Yang ketiga, takut dipermainkan oleh elite global, yang mana ketika media dikuasai, keadilan bagi masyarakat tidak akan terjadi,” jelas Fauzan.
Terakhir, ia menyampaikan harapannya kepada Presiden dan DPR terkait RUU Penyiaran ini. “Yang diharapkan cuma satu, mereka membuat undang-undang yang baru dalam artian undang-undang itu bersifat universal. Pertama, memikirkan nasib masyarakat ketika undang-undang itu dibuat. Kedua, bagaimana masyarakat bisa beradaptasi dengan undang-undang itu. Ketiga, undang-undang itu memang dibuat untuk rakyat dan demi kepentingan rakyat serta mewujudkan cita-cita rakyat dan negara,” pungkasnya.